#6 Hari Keenam – Bangkok City I Can’t Stop!

28 Februari 2019

Selamat pagi, Bangkok!!!

Setelah menyerahkan diri pada kasur begitu lama, saya mulai sadar bahwa hari ini harus menuntaskan aktivitas padat di Bangkok dengan  waktu yang tak panjang. Saya bangun, membersihkan diri dan packing barang-barang saya sebelum nanti siang akan pindah penginapan yang lebih dekat ke Khaosan Road. Saya menyempatkan diri sarapan di bawah dengan sesajian yang sudah disiapkan penjaga hostel. Setelah mengambil roti panggang, telur, sereal dan beberapa panganan lainnya sambil mendengar keluh kesah Ibu penjaga hostel, saya menitipkan ransel yang sudah dipacking di luar kamar. Karena saya takut akan bisa sampai kembali ke hostel melewati jam 12 siang.

Agenda saya pagi ini adalah; mengunjungi Museum of Contemporary Arts (MOCA) Bangkok. Saya memilih menggunakan angkutan bus untuk turun di sekitaran MOCA Bangkok (walaupun sesungguhnya benar-benar tak tahu). Saya pun menunggu bus umum di depan pintu tangga MRT Saphan Khwai. Setelah menunggu bus-bus yang melintas disana, akhirnya bus bernomor 29 yang kira-kira akan melewati MOCA Bangkok. Dengan membayar biaya sebesar 15 Baht, saya pun naik ke dalam bus yang mirip metromini namun lebih besar. Awalnya saya tak mendapat duduk dan berdiri. Cara berkendara supir busnya pun mirip metromini, begitu cepat sekali. Untungnya tak lama saya melihat kursi kosong di depan sambil memperhatikan gerak posisi di google maps. Karena takut kelewatan rute, saya memilih untuk turun di halte depan Energy Complex dengan tergesa-gesa. Saya mencoba bertanya pada pekerja perempuan yang duduk di halte. Menurutnya, jarak menuju MOCA Bangkok masih berjarak 4 km lagi. Karena terik matahari semakin menyengat kulit, saya pun memutuskan untuk berkendara dengan Grab Bike daripada mencoba naik bus lagi.

Museum of Contemporary Arts (MOCA) Bangkok

Slideshow ini membutuhkan JavaScript.

Lokasi MOCA Bangkok ternyata tak di pinggir jalan besar yang searah ke bandara. Ia harus berbelok ke kiri dan menyeberang rel kereta api dekat dengan stasiun Bang Khen. Lokasi gedungnya berada di samping Benchachinda Building. Untuk dapat masuk ke galeri seni ini pengunjung harus membayar tiket sebesar 250 Baht. Galeri yang didominasi warna putih ini memiliki begitu banyak koleksi. Di areal depan galeri terdapat kolam besar dengan pameran seni berbentuk balon-balon berwarna putih. Di sisi kanan gedung terdapat kedai kopi kecil.

Galeri seni ini terdiri dari 5 lantai dimana setiap lantai memiliki tema-tema tersendiri. Banyak sekali lukisan yang menggambarkan berbagai tema dari berbagai pelukis. Serta seni patung yang ‘nyeleneh’ atau sedikit ‘mendobrak norma’. Digaleri seni ini terlihat bahwa idealisme serta kebebasan berekspresi sangat di utamakan. Para perupa dan pelukis bahkan bisa menggambarkan hal-hal yang berbau seksualitas, organ intim, maupun lekuk tubuh manusia (terutama perempuan) dengan begitu lugasnya.

Saya menghabiskan waktu lebih dari satu jam untuk berkeliling galeri. Setelah puas berkeliling saya duduk di kedai kopi di lantai dasar dan memesan ice latte. Kemudian duduk di area luar sambil memandangi kolam dengan arsitektur unik. Tiba-tiba terbayang begitu kelamnya pengalaman semalam mencapai hostel, yang syukurnya semua sudah terlewati dan sekarang saya bisa ada di sini — di kota Bangkok, yang panas sekali!

Slideshow ini membutuhkan JavaScript.

Setelah habis menyesap ice coffe, saya pun berjalan pulang. Kali ini karena penasaran dan ingin mengirit ongkos transportasi angkutan online (yang lumayan mahal) di Bangkok, saya menyusuri kembali jalanan stasiun Bang Khen serta jalan kereta apinya. Dengan bantuan googlemaps, saya ikut menyebrang rel kereta api, yang kala itu tertahan karena kereta ingin lewat. Untungnya waktu itu ada orang lokal lain yang ingin menyeberang juga. Karena saya ingin menaiki kendaraan umum ke arah Chatuchak, maka saya harus naik dari halte di seberang jalan. Saya pun menyebrangi jembatan penyeberangan yang dibawahnya terdapat jalan besar dan jalan tol. Setelah sampai diseberang, saya kembali bingung karena tak menemukan palang halte disana. Di Bangkok, bus tidak bisa berhenti sembarangan.

Slideshow ini membutuhkan JavaScript.

Lebih mencengangkannya lagi, sewaktu saya kebingungan, saya baru sadar ada orang gila di bawah jembatan penyeberangan. Ia meneriaki saya dengan berkata “Oi!”. Kemudian saya mencoba untuk bersikap tenang dan menyusuri jalan di samping selokan besar. Disana juga ada pipa-pipa besar. Ya ampun, saya juga tidak habis pikir kenapa bisa nekat melewati jalan itu. Takut saya dengan si orang gila. Apalagi kala itu terik sekali dan tidak ada orang di jalan besar itu.

Akhirnya… setelah lelah berjalan kaki, saya menemukan halte di ujung sana, di depan kampus Kasertsart University. Setelah menunggu bus yang kira-kira akan melewati Saphan Khwai, saya pun naik ke bus bernomor 44. Saya sengaja tak bertanya pada kenek bus, dan menggantungkan harap pada googlemaps. Untungnya saya bisa turun meskipun harus berjalan sedikit di seberang jembatan penyeberangan yang semalam saya lewati. Sayapun dapat menyeberang dengan aman dan mengambil ransel yang saya titipkan di Yoo Yen Pen Sook Hostel. Dari sana, sambil berpamitan dengan penjaga hostel, saya memesan Grab Bike menuju Zee Thai hostel di daerah Phra Nakhon.

P_20190228_163133

Di jalan saya pun banyak melihat ornamen kerajaan dan juga raja Thailand. Sesampainya di hostel, setelah check in, saya pun beristirahat dari panasnya kota Bangkok. Oh iya, hostel saya menempel gedungnya dengan 711. Ya, ampun, saya jadi bisa nostalgia jajanan!

Zee Thai Hostel ini memiliki kamar yang dipisahkan berdasarkan gender namun konsepnya seperti asrama. Jadi ketika kita membuka pintu, kita bisa melihat pengunjung lain sedang menonton TV dan sebagainya. Untungnya kamar mandinya tetap dipisahkan berdasarkan gender. Ketika sore hari saya iseng membeli makanan di 711 dan menuju ruang makan di atas. Lantai atasnya sederhana sekali terbuat dari kayu dan dilengkapi dengan kipas angin serta tak berjendela.

Gila, Bangkok panas sekali!

NEON Talad Night Market

Kathie baru saja mengabari baru saja singgah di Bangkok. Namun saya keburu ingin berkunjung ke NEON Night Market karena menonton tayangan youtube rekomendasi Ria SW.  Dari hostel saya kembali menggunakan jasa Grab Bike karena saya ragu jika sudah malam begini naik kendaraan umum. Lagipula tempat-tempat yang ingin saya kunjungi tak dekat dengan MRT.

Jarak antara hostel saya menginap dengan Neon Talad Night Market berjarak 6 km. Saya lumayan kaget sewaktu diberikan helm yang tidak sesuai dengan SNI nya Indonesia. Jadi hanya helm sederhana seperti helm tukang. Tapi tak apalah, saya lanjut meskipun angin kencang diatas motor menerpa saya.

Slideshow ini membutuhkan JavaScript.

Dari kejauhan saya bisa melihat tulisan NEON di lapangan terbuka. Disana sudah banyak pedagang-pedagang yang membuka lapak dan tenda-tenda. Saya mulai berkeliling pasar malam untuk melihat-lihat. Disana banyak penjual makanan. Tadinya saya ingin makan besar namun masih belum tahu makan apa. Saya menghampiri penjual chicken karage dan thai tea untuk mengisi perut. Setelahnya saya duduk di bangku bangku kecil dan menonton seorang pelajar yang bermain gitar dan bernyanyi. Suaranya bagus dan saya acungkan jempol untuk keberaniannya tampil di depan umum. Setelah menghabiskan jajanan, saya mendekati pelajar tersebut untuk menonton dari dekat. Saya sedikit menyapa si pelajar dan ikut memberikan sedikit uang apresiasi. Setelah puas menonton saya kembali berkeliling untuk membeli oleh-oleh dan sempat berhenti juga di penjual anting yang hanya seharga 15 Baht.

Jam sudah menunjukkan pukul 9 dan saya kembali lagi ke hostel dengan menggunakan Grab Bike. Di depan hostel saya membeli Pad Thai untuk makan malam dan kembali menghabiskannya di lantai atas.

Menikmati Bangkok yang padat dengan santai ala backpacker begini menyenangkan juga!! See you tomorrow, Bangkok!!!